Limbah padat organik biasanya mengandung
berbagai mikroorganisma yang mampu melakukan proses pengkomposan. Ketika
limbah organik dipaparkan di udara dan kandungan airnya sesuai, maka
mikroorganisma mulai bekerja. Selain oksigen dari udara dan air,
mikroorganisma memerlukan pasokan makan yang mengandung karbon dan unsur
hara seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan dan
reproduksi mereka. Kebutuhan makanan tersebut disediakan oleh limbah
organik . Mikroorganisma kemudian melepaskan karbondioksida, air dan
energi dan berkembang biak.
Energi dilepaskan sebagai panas. Akibat
dari Energi yang dilepaskan, tumpukan bahan yang dikomposkan akan
melewati tahap penghangatan. Pada minggu pertama dan kedua proses
pengomposan, energi panas yang dilepaskan oleh bakteri termofilik dapat
mengakibatkan suhu tumpukan kompos mencapai 70 derajat celcius. Kemudian
sejalan dengan waktu suhu kompos akan menurun karena aktivitas
mikroorganisme termofilik mulai menurun dan digantikan oleh
mikroorganisme mesotilik. Penurunan suhu pada akhir minggu ke-enam
biasanya telah mencapai 40 derajat celcius dan kompos sudah dapat
dipanen. Tempat yang digunakan adalah ruangan terbuka yang beratap
lantai, proses aerasinya alamiah dan pembuatan tumpukannya dibuat
memanjang dengan ukuran yang tertentu. Untuk mengendalikan proses
tersebut, setiap waktu tertentu tumpukan dibalik dan disiram dengan air
seperlunya.
Limbah peternakan sebagian besar berupa
bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dikelola dengan cara
yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah peternakan masih memiliki
nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak dahulu limbah
peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk
organik, namun karena pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan
tersebut semakin berkurang. Selain itu juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi pengolahan limbah peternakan yang masih belum
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada masa itu. Pengolahan
limbah sebagai pupuk masih dilakukan secara konvensional, yaitu
dibiarkan menumpuk dan mengalami proses degradasi secara alami.
Teknologi yang tepat dan benar belum dikembangkan.
Konsorsium Bakteri Bagi Pengolahan Sampah
Green Phoskko Activator Kompos Phoskko A per container 250 gr bahan
organik limbah kota pertanian peternakan dan lain lainnyaLimbah
peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha
peternakan Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik sepertiEM 4 Peternakan mampu memperbaiki jasad
renik didalam saluran pencernaan ternak bakteri pengurai bahan organic
menekan pertumbuhan bakteri pathogen
Teknik pengomposan merupakan salah satu
alternatif yang dapat dipilih untuk menanggulangi limbah feses sapi
potong. Dengan cara ini, biaya operasional relatif lebih murah dan tidak
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu dengan
pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang
dihasilkan dari pengolahan limbah peternakan tersebut, namun demikian
data mengenai pengomposan yang tepat untuk menangani limbah peternakan,
khususnya limbah sapi potong belum diperoleh informasi yang lengkap.
Teknik pengomposan merupakan salah satu
cara pengolahan limbah yang memanfaatkan proses biokonversi atau
transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses
yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau
bahan menjadi produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan.
Proses biokonversi limbah dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk
organik yang merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik
limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik
limbah menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.
Dari berbagai produk beternak sapi
tersebut, salah satu yang menjadi masalah, sehingga bisa merepotkan
pemilik ternak adalah kotoran sapi. Betapa tidak. Untuk seekor sapi
betina bisa menghasilkan kotoran antara 8 sampai 10 kilogram/harinya.
Jika sapi yang diperlihara jumlahnya banyak dan cara pemeliharaannya
dibiarkan berkeliaran di berbagai tempat, tanpa pengkandangan dan
pemeliharaan yang baik, dapat dipastikan kotoran sapi akan berceceran
dimana-mana. Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena
selain mengganggu dan mengotori lingkungan, juga sangat berpotensi
untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Agar kotoran sapi tidak terbuang dengan
sia – sia, maka kotoran ini dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang baik
untuk tanaman. Pembuatan pupuk organik tidak terlepas dari proses
pengomposan yang diakibatkan oleh mikroba yang berperan sebagai pengurai
atau dekomposisi berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat
kompos. Penggunaan mikroba sebagai aktiVator untuk memperoleh kompos
dengan kualitas yang baik tergantung kepada bahan bahan yang digunakan,
cara pembuatannya, tempat pembuatannya serta lama pengomposan.
Salah satu aktivator atau dekomposer yang sering digunakan adalah Stardec atau Starbio. Aktivator Stardec
berisi beberapa mikroba yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi
limbah organik hingga dapat menjadi kompos. Mikroba tersebut lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik.
Mikroba – mikroba tersebut mempunyai
peran – peran tersendiri hingga mampu memperbaiki dan mempercepat proses
pengomposan yang kita lakukan. Mikroba tersebut adalah sebagai berikut:
Mikroba lignolitik berperan dalam
menguraikan ikatan lignoselulose menjadi selulose dan lignin. Lignin ini
kemudian diuraikan lagi oleh enzim lignase menjadi derivate lignin
yang lebih sederhana sehingga mampu mengikat NH4.
Mikroba selulotik akan mengeluarkan enzim
selulose yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi selulosa lalu
dihidrolisis lagi menjadi D-glukosa dan akhirnya didokumentasikan
sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, CO2 dan ammonia.
(Gbr. Clustridium sp)
Bakteri proteolitik adalah bakteri yang
memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein
yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua
bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua
mempunyai enzim protease ekstraseluler.
Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:
- Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya Pseudomonas dan Proteus.
- Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnya Bacillus.
- Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies Clostridium.
Mikroba proteolitik akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein
menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.
menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.
(Gbr. Pseudomonas sp)
Mikroba lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
(Gbr. Cellulomonas sp)
Mikroba amilolitik akan menghasilkan
enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile
fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
Pada mikroba fiksasi nitrogen merupakan
bakteri yang hidup pada bintil-bintil akar tanaman kacang-kacangan ini
hidup bersimbiosis, dan bintil akar tumbuh karena rangsangan dari zat
tumbuh yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dan juga dapat menyuburkan
tanah. Selain itu ada pula beberapa jenis bakteri yang mampu memfiksasi N2 (nitrogen bebas dari udara) di atmosfer ke dalam tanah, yang kemudian N2 ini akan dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam pembentukan protein. Bakteri tersebut antara lain, Azotobacter vinelandii, Clostridium pasteurianum dan Rhodospirillum rubrum.
Mikroba bakteri fiksasi nitrogen non simbiotik diperkirakan dapat
mengikat 5 – 20 gram nitrogen dari 1.000 gram bahan organik yang
dirombak.
(Gbr. Azotobacter vinelandii)
( Gbr. Rhodospirillum sp)
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o – 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o – 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Pada proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen).
Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba
menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses
dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut
proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama
proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses
anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap,
seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat,
puttrecine), amonia, dan H2S.
Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan.
Skema Proses Pengomposan Aerobik
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan bakteri ini adalah dapat menguraikan sampah berupa botol plastik. Plastik sangat sulit untuk didaur ulang dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Penemuan ini sangat berguna karena dapat menekan angka sampah berupa botol plastik. Selain mengurangi jumlah sampah botol plastik, bakteri Pseudomonas tersebut dapat menghasilkan alat-alat kedokteran. Selain itu, penemuan ini merupakan gerbang bagi para peneliti untuk penemuan-penemuan selanjutnya mengenai daur ulang sampah berupa botol plastik.
Kelebihan bakteri ini adalah dapat menguraikan sampah berupa botol plastik. Plastik sangat sulit untuk didaur ulang dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Penemuan ini sangat berguna karena dapat menekan angka sampah berupa botol plastik. Selain mengurangi jumlah sampah botol plastik, bakteri Pseudomonas tersebut dapat menghasilkan alat-alat kedokteran. Selain itu, penemuan ini merupakan gerbang bagi para peneliti untuk penemuan-penemuan selanjutnya mengenai daur ulang sampah berupa botol plastik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar